Dalam melakukan interaksi antarsesama, kita tidak bisa ter-hindar dari perilaku jual-beli, utang-piutang, pinjam-meminjam, dan sewa-menyewa. Akan tetapi, karena mungkin ketidaktahuan kita, sering kali kita melanggar ketentuan-ketentuan yang berlaku. Akibatnya, banyak orang yang dirugikan. Perhatikan perilaku berikut ini!
Daftar Isi
1. Ada banyak pasangan yang belum dikaruniai anak. Demi memiliki buah hati, sepasang orang tua bahkan berkehendak mengadopsi bayi untuk diasuh sebagai anak kandung. Nah, fenomena tersebut ternyata dimanfaatkan oleh seseorang. Dalam situs jual beli online tokobagus.com, seseorang dengan nama akun samaran menawarkan bayi lucu berusia 18 bulan lengkap dengan fotonya. Bayi tersebut dihargai 10 juta rupiah dan ternyata ada banyak peminat yang menelepon penjual bayi tersebut. Namun, orang yang bernama samaran tersebut mengaku bahwa dia tidak tahu-menahu perihal penjualan bayi tersebut. Dia menduga bahwa seseorang telah mengerjainya. Entah benar atau tidak, beberapa waktu setelah kehebohan akibat penjualan bayi, situs tokobagus pun menghapus iklan tersebut. Bagaimana tanggapanmu tentang jual-beli bayi online tersebut?
Baca juga:
Kunci Jawaban PAI Kelas 11 Bab 9 Halaman 160 161 Evaluasi
2. Di taman bermain biasa dijajakan mainan berupa panah yang nantinya diarahkan pada lingkaran di dinding. Di papan tersebut terdapat nomor. Nomor yang menunjukkan barang yang akan diperoleh. Jual-beli semacam ini pun mengandung garar karena jenis barang yang akan kita peroleh bersifat spekulatif atau untung-untungan. Namun, mengapa hal ini terjadi di negeri ini?
1. Perhatikan pernyataan-pernyataan berikut:
1. Setiap transaksi pada dasarnya mengikat orang (pihak) yang melakukan transaksi itu.
2. Ketentuan-ketentuan dalam transaksi, boleh menyimpang dari aturan syariat.
3. Setiap transaksi harus dilakukan secara sukarela, tanpa ada unsur paksaan dari pihak mana pun.
4. Setiap transaksi hendaknya dilandasi dengan niat baik dan ikhlas karena Allah Swt. semata.
5. Transaksi ekonomi antara umat Islam dan umat bukan Islam dibolehkan walaupun menyimpang dari syariat.
Dari pernyataan-pernyataan tersebut, pernyataan yang termasuk ke dalam asas-asas transaksi ekonomi dalam Islam ialah ….
a. 1, 2, dan 3
b. 3, 4, dan 5
c. 2, 4, dan 5
d. 2, 3, dan 4
e. 1, 3, dan 4
Kunci Jawaban : e. 1, 3, dan 4
2. Perhatikan ungkapan-ungkapan berikut:
1. Berakal
2. Berilmu
3. Ballig
4. Berhak menggunakan hartanya
5. Dapat melihat
Dengan melihat ungkapan tersebut yang, termasuk syarat-syarat bagi penjual dan pembeli ialah ….
a. 1, 2, dan 3
b. 1, 3, dan 4
c. 1, 3, 4, dan 5
d. 2, 3, dan 4
e. 2, 4, dan 5
Kunci Jawaban : b. 1, 3, dan 4
3. Contoh jual-beli yang batil ialah …
a. penjual dan pembeli tidak berada dalam satu tempat.
b. penjual dan pembeli tidak mengucapkan ijab kabul.
c. nilai tukar barang yang dijual menggunakan kartu kredit.
d. nilai tukar bukan berupa uang, tetapi berupa barang.
e. jual-beli minuman keras (khamr).
Kunci Jawaban : e. jual-beli minuman keras (khamr).
4. Hal yang tidak termasuk rukun mudarabah ialah …
a. sahibul mal dan mudarrib syaratnya ballig, berakal sehat, dan jujur
b. jenis usaha dan tempatnya sebaiknya disepakati bersama.
c. besarnya keuntungan bagi sahibul mal dan mudarrib hendaknya sesuai dengan kesepakatan bersama pada waktu akad.
d. kerugian dalam waktu berusaha ditanggung oleh mudarrib.
e. mudarrib hendaknya bersikap jujur tidak boleh menggunakan modal untuk kepentingan sendiri dan orang lain tanpa seizin sahibul mal.
Kunci Jawaban : e. mudarrib hendaknya bersikap jujur tidak boleh menggunakan modal untuk kepentingan sendiri dan orang lain tanpa seizin sahibul mal.
5. Ulama fiqh sepakat bahwa asuransi dibolehkan asal cara kerjanya Islami, kecuali …
a. ditegakkannya prinsip keadilan
b. dihilangkannya unsur untung-untungan/maisir
c. tidak ada perampasan hak dan kezaliman
d. bersih dari unsur riba
e. para karyawan perusahaan asuransi harus orang Islam
Kunci Jawaban : e. para karyawan perusahaan asuransi harus orang Islam
Kunci Jawaban PAI Kelas 11 Bab 9 Halaman 161 Bagian B
B. Jawablah soal-soal berikut dengan benar dan tepat!
1. Sebutkan lima macam usaha untuk memenuhi kebutuhan dengan cara yang tidak halal merugikan orang lain!
Kunci Jawaban :
5 macam perjuangan yang bertujuan memenuhi kebutuhan dengan cara yang ialah tidak halal dan merugikan orang lain sebagai berikut:
- Merampok
- Menipu
- Riba
- Korupsi
- Menjual narkoba
2. Kemukakan usaha-usaha yang harus dilakukan agar setiap kegiatan transaksi ekonomi itu bernilai ibadah!
Kunci Jawaban :
- Usaha-usaha yang harus dilakukan agar setiap kegiatan transaksi ekonomi itu bernilai ibadah adalah
- Transaksi ekonomi itu haruslah transaksi yang halal atau diperbolehkan dalam agama
- Dimulai dengan basmalah
- Diakhiri dengan hamdalah
- Transaksi tersebut haruslah dengan niat atau tujuan yang baik
- Jujur
- Adil
- Harus di sertai dengan syariat agama
- Tidak ada kecurangan dalam segala acara usaha
- Tidak membohongi konsumen
- Selalu berikhtiar
- Mencoba untuk ikhlas
3. Sebutkan tiga contoh jual-beli yang dianggap batil!
Kunci Jawaban :
Tiga contoh jual-beli yang dianggap batil adalah :
- jual beli sesuatu yang tidak ada. contohnya memperjualbelikan buah-buahan yang putiknya pun belum muncul di pohonnya atau anak sapi yang masih di perut ibunya.
- Jual beli yang mengandung unsur penipuan, contohnya memperjualbelikan kurma yang ditumpuk di atasnya bagus-bagus dan manis, tetapi ternyata di dalam tumpukan itu banyak terdapat yang busuk.
- Jual beli benda-benda yang najis. contohnya babi, khamr, bangkai dll
4. Kemukakan alasan (dalil) naqli dan aqli-nya bahwa jual-beli yang mengandung unsur kecurangan itu hukumnya haram!
Kunci Jawaban :
Hal tersebut dijelaskan di Al-Quran dalam Surah Al-Mutaffifin Ayat 1-3. Yang dimana menjelaskan wacana bahaya bagi orang yang curang dalam menakar/menimbang(dalam jual-beli) mengatakan keharaman perbuatan ini.
(1). وَيْلٌ لِلْمُطَفِّفِينَ
Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang,
(2). الَّذِينَ إِذَا اكْتَالُوا عَلَى النَّاسِ يَسْتَوْفُونَ
(yaitu) orang-orang yang apabila mendapatkan dosis dari orang lain mereka minta dipenuhi,
(3). وَإِذَا كَالُوهُمْ أَوْ وَزَنُوهُمْ يُخْسِرُونَ
dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi.
5. Kemukakan perbedaan antara perbankan konvensional dan perbankan syari’ah!
Kunci Jawaban :
Perbedaan bank syariah dan bank konvensional ialah :
Perbedaan aturan : bank syariah memakai syariah Islam yang berdasar atas Al-Quran serta Hadist yang mana sudah difatwakan oleh MUI (Majelis Ulama Indonesia), sedangkan bank konvensional memakai aturan positif yang telah berlaku dan diakui di Indonesia.
Perbedaan investasi : bank syariah hanya mendapatkan pengajuan pemberian hanya dari jenis perjuangan yang halal, sedangkan bank konvensional mendapatkan pengajuan pemberian dari segala jenis usaha.
Perbedaan orientasi : bank syariah berorientasi untuk memperoleh laba serta mendapatkan kebahagiaan dan kemakmuran baik di dunia maupun di akhirat, sedangkan bank konvensional hanya berorientasi untuk memperoleh laba semata.
Perbedaan laba : laba yang diperoleh bank syariah melalui sistem bagi hasil, sedangkan laba yang diperoleh bank konvensional berasal dari bunga.
Perbedaan nasabah dan bank : relasi antara nasabah dan bank syariah ialah sebagai mitra, sedangkan relasi antara nasabah dan bank konvensional ialah sebagai kreditur dan debitur.
Perbedaan kebersamaan dewan pengawas : setiap transaksi yang dilakukan oleh bank syariah akan diawasi oleh dewan pengawas, yaitu jago ekonomi atau ulama yang telah memahami mengenai fiqih muamalah, sedangkan transaksi yang dilakukan oleh bank konvensial tidak diawasi oleh dewan pengawas, kecuali aturan positif.
Rangkuman pai kelas 11 bab 10
Mengkritisi Sekitar Kita
Aktivitas Siswa:
1. Sebutkan jenis aktivitas yang saling menguntungkan yang bisa kita lakukan!
2. Kamu diminta mengkritisi peristiwa di atas dari beberapa sudut pandang (contoh
dari sisi agama, sosial, budaya, dan sebagainya)!
Memperkaya Khazanah
A. Pengertian Mu’āmalahMu’āmalah dalam kamus Bahasa Indonesia artinya hal-hal yang termasuk urusan kemasyarakatan
(pergaulan, perdata, dsb). Sementara
dalam fiqh Islam berarti tukar-menukar barang atau sesuatu yang memberi manfaat dengan cara yang ditempuhnya, seperti jual-beli, sewa-menyewa, upah-mengupah, pinjam-meminjam, urusan bercocok tanam, berserikat, dan usaha lainnya. Dalam melakukan transaksi
ekonomi, seperti jual-beli, sewa-menyewa, utang-piutang, dan pinjam-meminjam,
Islam melarang beberapa hal di antaranya seperti berikut.
1. Tidak boleh mempergunakan cara-cara yang batil.
2. Tidak boleh melakukan kegiatan riba.
3. Tidak boleh dengan cara-cara ẓāl³m (aniaya).
4. Tidak boleh mempermainkan takaran, timbangan, kualitas, dan kehalalan.
5. Tidak boleh dengan cara-cara spekulasi/berjudi.
6. Tidak boleh melakukan transaksi jual-beli barang haram.
Aktivitas Siswa:
1. Carilah dalil-dalil (ayat atau hadis) yang menjelaskan larangan-larangan tersebut di
atas!
2. Jelaskan pesan-pesan yang terkandung dalam ayat dan hadis yang kamu temukan
tersebut, dan hubungkan dengan keadaan sekarang!
B. Macam-Macam Mu’āmalah
Sebagaimana telah dijelaskan di atas tentang macam-macam mu’āmalah, di
sini akan dijelaskan lebih lanjut sebagai berikut.
1. Jual-Beli
Jual-beli menurut syariat agama ialah kesepakatan tukar-menukar benda untuk
memiliki benda tersebut selamanya. Melakukan jual-beli dibenarkan, sesuai
dengan firman Allah Swt. berikut ini:
Artinya:”… dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba…”
(Q.S. al-Baqarah/2: 275).
Apabila jual-beli itu menyangkut suatu barang yang sangat besar nilainya,
dan agar tidak terjadi kekurangan di belakang hari, al-Qur’ãn menyarankan agar
dicatat, dan ada saksi, lihatlah penjelasan ini pada Q.S. al-Baqarah/2: 282.
a. Syarat-Syarat Jual-Beli
Syarat-syarat yang telah ditetapkan dalam Islam tentang jual-beli adalah
sebagai berikut.
1) Penjual dan pembelinya haruslah:
a) ballig,
b) berakal sehat,
c) atas kehendak sendiri.
2) Uang dan barangnya haruslah:
a) halal dan suci. Haram menjual arak dan bangkai, begitu juga babi dan
berhala, termasuk lemak bangkai tersebut;
b) bermanfaat. Membeli barang-barang yang tidak bermanfaat sama
dengan menyia-nyiakan harta atau pemboros.
Artinya: “Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara
syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.”
(Q.S. al-Isrā’/17: 27)
c) Keadaan barang dapat diserahterimakan. Tidak sah menjual barang
yang tidak dapat diserahterimakan. Contohnya, menjual ikan dalam
laut atau barang yang sedang dijadikan jaminan sebab semua itu
mengandung tipu daya.
d) Keadaan barang diketahui oleh penjual dan pembeli.
e) Milik sendiri, sabda Rasulullah saw., “Tak sah jual-beli melainkan
atas barang yang dimiliki.” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi).
3) Ijab Qobul
Seperti pernyataan penjual, “Saya jual barang ini dengan harga sekian.”
Pembeli menjawab, “Baiklah saya beli.” Dengan demikian, berarti jual-beli
itu berlangsung suka sama suka. Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya
jual-beli itu hanya sah jika suka sama suka.” (HR. Ibnu Hibban)
b. Khiyār
1) Pengertian Khiyār
Khiyār adalah bebas memutuskan antara meneruskan jual-beli atau
membatalkannya. Islam memperbolehkan melakukan khiyār karena
jual-beli haruslah berdasarkan suka sama suka, tanpa ada unsur paksaan
sedikit pun. Penjual berhak mempertahankan harga barang dagangannya,
sebaliknya pembeli berhak menawar atas dasar kualitas barang yang
diyakininya. Rasulullah saw. bersabda, “Penjual dan pembeli tetap dalam
khiyar selama keduanya belum berpisah. Apabila keduanya berlaku benar
dan suka menerangkan keadaan (barang)nya, maka jual-belinya akan
memberkahi keduanya. Apabila keduanya menyembunyikan keadaan
sesungguhnya serta berlaku dusta, maka dihapus keberkahan jual-belinya.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
2) Macam-Macam Khiyār
a) Khiyār Majelis, adalah selama penjual dan pembeli masih berada di
tempat berlangsungnya transaksi/tawar-menawar, keduanya berhak
memutuskan meneruskan atau membatalkan jual-beli. Rasulullah
saw. bersabda, “Dua orang yang berjual-beli, boleh memilih akan
meneruskan atau tidak selama keduanya belum berpisah.” (HR.
Bukhari dan Muslim).
b) Khiyār Syarat, adalah khiyar yang dijadikan syarat dalam jual-beli.
Misalnya penjual mengatakan, “Saya jual barang ini dengan harga
sekian dengan syarat khiyar tiga hari.” Maksudnya penjual memberi
batas waktu kepada pembeli untuk memutuskan jadi tidaknya
pembelian tersebut dalam waktu tiga hari. Apabila pembeli mengiya-
kan, status barang tersebut sementara waktu (dalam masa khiyār) tidak
ada pemiliknya. Artinya, si penjual tidak berhak menawarkan kepada
orang lain lagi. Namun, jika akhirnya pembeli memutuskan tidak
jadi, barang tersebut menjadi hak penjual kembali. Rasulullah saw.
bersabda kepada seorang lelaki, “Engkau boleh khiyār pada segala
barang yang engkau beli selama tiga hari tiga malam.” (HR. Baihaqi
dan Ibnu Majah)
c) Khiyār Aibi (cacat), adalah pembeli boleh mengembalikan barang
yang dibelinya jika terdapat cacat yang dapat mengurangi kualitas atau
nilai barang tersebut, namun hendaknya dilakukan sesegera mungkin.
c. Ribā
1) Pengertian Ribā
Ribā adalah bunga uang atau nilai lebih atas penukaran barang. Hal ini sering
terjadi dalam pertukaran bahan makanan, perak, emas, dan pinjam-meminjam.
Ribā, apa pun bentuknya, dalam syariat Islam hukumnya haram. Sanksi
hukumnya juga sangat berat. Diterangkan dalam hadis yang diriwayatkan bahwa,
“Rasulullah mengutuk orang yang mengambil ribā, orang yang mewakilkan,
orang yang mencatat, dan orang yang menyaksikannya.” (HR. Muslim). Dengan
demikian, semua orang yang terlibat dalam riba sekalipun hanya sebagai saksi,
terkena dosanya juga.
Guna menghindari riba, apabila mengadakan jual-beli barang sejenis seperti
emas dengan emas atau perak dengan perak ditetapkan syarat:
a) sama timbangan ukurannya; atau
b) dilakukan serah terima saat itu juga,
c) secara tunai.
Apabila tidak sama jenisnya, seperti emas dan perak boleh berbeda takarannya,
namun tetap harus secara tunai dan diserahterimakan saat itu juga. Kecuali barang
yang berlainan jenis dengan perbedaan seperti perak dan beras, dapat berlaku
ketentuan jual-beli sebagaimana barang-barang yang lain.
Penjual Susu yang Jujur
Dikisahkan pada zaman Khalifah Umar bin Khattab, ada seorang ibu dan putrinya yang
pekerjaan sehari-harinya adalah menjual susu. Pada suatu malam sang Ibu berkata
kepada putrinya, “Campurkan susu murni ini dengan air agar jumlahnya lebih banyak.
Kita akan untung banyak juga.”
Dengan wajah kaget sang Putri berkata, “Jangan, Bu, Khalifah Umar melarang itu.”
Sang Ibu berkata, “Khalifah Umar tidak akan melihat kita.” Mendengar jawaban ibunya
sang Putri spontan berkata,”Memang Khalifah tidak melihat kita, tetapi Allah melihat
perbuatan kita.” Tanpa sepengetahuan mereka, Khalifah Umar yang sedang berkeliling
mengontrol rakyatnya mendengar perbincangan itu. Dalam hati Khalifah bergetar, dan
memuji kejujuran perilaku gadis itu, “Subhanallah, sunguh mulia akhlak gadis itu.”
2) Macam-Macam Ribā
a) Ribā Faḍli, adalah pertukaran barang sejenis yang tidak sama timbangannya. Misalnya, cincin emas 22 karat seberat 10 gram ditukar dengan emas 22 karat namun seberat 11 gram. Kelebihannya itulah yang termasuk riba.
b) Ribā Qorḍi, adalah pinjam-meminjam dengan syarat harus memberi kelebihan saat mengembalikannya. Misal si
A bersedia meminjami si B uang sebesar Rp100.000,00 asal si B bersedia
mengembalikannya sebesar Rp115.000,00. Bunga pinjaman itulah yang
disebut riba.
c) Ribā Yādi, adalah akad jual-beli barang sejenis dan sama timbangannya,
namun penjual dan pembeli berpisah sebelum melakukan serah terima. Seperti
penjualan kacang, ketela yang masih di dalam tanah.
d) Ribā Nas³’ah, adalah akad jual-beli dengan penyerahan barang beberapa
waktu kemudian. Misalnya, membeli buah-buahan yang masih kecil-kecil di
pohonnya, kemudian diserahkan setelah besar-besar atau setelah layak dipetik.
Atau, membeli padi di musim kemarau, tetapi diserahkan setelah panen.
2. Utang-piutang
a. Pengertian Utang-piutang
Utang-piutang adalah menyerahkan harta dan benda kepada seseorang
dengan catatan akan dikembalikan pada waktu kemudian. Tentu saja dengan
tidak mengubah keadaannya. Misalnya utang Rp100.000,00 di kemudian hari
harus melunasinya Rp100.000,00. Memberi utang kepada seseorang berarti
menolongnya dan sangat dianjurkan oleh agama.
b. Rukun Utang-piutang
Rukun utang-piutang ada tiga, yaitu:
1) yang berpiutang dan yang berutang
2) ada harta atau barang
Aktivitas Siswa:
1. Banyak kegiatan di tengah-tengah masyarakat yang bisa dikategorikan ribā. Coba
carilah kegiatan-kegiatan tersebut!
2. Jelaskan bagaimana tanggapanmu tentang kegiatan tersebut!
3) Lafadz kesepakatan. Misal: “Saya utangkan ini kepadamu.” Yang berutang
menjawab, “Ya, saya utang dulu, beberapa hari lagi (sebutkan dengan
jelas) atau jika sudah punya akan saya lunasi.”
Untuk menghindari keributan di belakang hari, Allah Swt. menyarankan agar
kita mencatat dengan baik utang-piutang yang kita lakukan.
Jika orang yang berutang tidak dapat melunasi tepat pada waktunya karena
kesulitan, Allah Swt. menganjurkan memberinya kelonggaran.
Artinya: “Dan jika (orang berutang itu) dalam kesulitan, maka berilah
tenggang waktu sampai dia memperoleh kelapangan. Dan jika kamu
menyedekahkan, itu lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui..” (Q.S.
al-Baqarah/2: 280)
Apabila orang membayar utangnya dengan memberikan kelebihan atas
kemauannya sendiri tanpa perjanjian sebelumnya, kelebihan tersebut halal bagi
yang berpiutang, dan merupakan suatu kebaikan bagi yang berutang. Rasulullah
saw. bersabda: “Sesungguhnya sebaik-baik kamu, ialah yang sebaik-baiknya
ketika membayar utang.” (sepakat ahli hadis). Abu Hurairah ra. berkata,
”Rasulullah saw. telah berutang hewan, kemudian beliau bayar dengan hewan
yang lebih besar dari hewan yang beliau utang itu, dan Rasulullah saw. bersabda,
”Orang yang paling baik di antara kamu ialah orang yang dapat membayar
utangnya dengan yang lebih baik.” (HR. Ahmad dan Tirmidzi).
Bila orang yang berpiutang meminta tambahan pengembalian dari orang yang
melunasi utang dan telah disepakati bersama sebelumnya, hukumnya tidak boleh.
Tambahan pelunasan tersebut tidak halal sebab termasuk riba. Rasulullah saw.
berkata “Tiap-tiap piutang yang mengambil manfaat maka ia semacam dari
beberapa macam ribā.” (HR. Baihaqi)
3. Sewa-menyewa
a. Pengertian Sewa-menyewa
Sewa-menyewa dalam fiqh Islam disebut ijārah, artinya imbalan yang harus
diterima oleh seseorang atas jasa yang diberikannya. Jasa di sini berupa penyediaan
tenaga dan pikiran, tempat tinggal, atau hewan.
Dasar hukum ijārah dalam firman Allah Swt.:
Artinya: “…dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak
ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut
yang patut..” (Q.S. al-Baqarah/2: 233)
Artinya: “…kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak) mu maka
berikanlah imbalannya kepada mereka…”(Q.S. aṭ-Ṭalāq/65: 6)
b. Syarat dan Rukun Sewa-menyewa
1) Yang menyewakan dan yang menyewa haruslah telah ballig dan berakal sehat.
2) Sewa-menyewa dilangsungkan atas kemauan masing-masing, bukan karena dipaksa.
3) Barang tersebut menjadi hak sepenuhnya orang yang menyewakan, atau walinya.
4) Ditentukan barangnya serta keadaan dan sifat-sifatnya.
5) Manfaat yang akan diambil dari
barang tersebut harus diketahui secara
jelas oleh kedua belah pihak. Misalnya, ada orang akan menyewa sebuah
rumah. Si penyewa harus menerangkan secara jelas kepada pihak yang
menyewakan, apakah rumah tersebut mau ditempati atau dijadikan gudang.
Dengan demikian, si pemilik rumah akan mempertimbangkan boleh
atau tidak disewa. Sebab risiko kerusakan rumah antara dipakai sebagai tempat tinggal berbeda
dengan risiko dipakai sebagai gudang. Demikian pula jika barang yang disewakan itu mobil, harus dijelaskan dipergunakan untuk apa saja.
6) Berapa lama memanfaatkan barang
tersebut harus disebutkan dengan
jelas.
7) Harga sewa dan cara pem-
bayarannya juga harus ditentukan
dengan jelas serta disepakati bersama.
Dalam hal sewa-menyewa atau kontrak tenaga kerja, haruslah diketahui secara
jelas dan disepakati bersama sebelumnya hal-hal berikut.
1) Jenis pekerjaan dan jam kerjanya.
2) Berapa lama masa kerja.
3) Berapa gaji dan bagaimana sistem pembayarannya: harian, bulanan,
mingguan ataukah borongan?
4) Tunjangan-tunjangan seperti transpor, kesehatan, dan lain-lain, kalau ada.
C. Syirkah
Secara bahasa, kata syirkah (perseroan) berarti mencampurkan dua bagian atau
lebih sehingga tidak dapat lagi dibedakan antara bagian yang satu dengan bagian
yang lainnya. Menurut istilah, syirkah adalah suatu akad yang dilakukan oleh dua
pihak atau lebih yang bersepakat untuk melakukan suatu usaha dengan tujuan
memperoleh keuntungan.
a. Rukun dan Syarat Syirkah
Adapun rukun syirkah secara garis besar ada tiga, yaitu seperti berikut.
1) Dua belah pihak yang berakad (‘aqidani). Syarat orang yang melakukan akad
adalah harus memiliki kecakapan (ahliyah) melakukan taṡarruf (pengelolaan
harta).
2) Objek akad yang disebut juga ma’qud ‘alaihi mencakup pekerjaan atau modal.
Adapun syarat pekerjaan atau benda yang dikelola dalam syirkah harus halal
dan diperbolehkan dalam agama dan pengelolaannya dapat diwakilkan.
3) Akad atau yang disebut juga dengan istilah ṡigat. Adapun syarat sah akad harus
berupa taṡarruf, yaitu adanya aktivitas pengelolaan.
b. Macam-Macam Syirkah
Syirkah dibagi menjadi beberapa macam, yaitu syirkah `inān, syirkah ‘abdān,
syirkah wujūh, dan syirkah mufāwaḍah.
Aktivitas Siswa:
1. Carilah barang-barang yang sering disewakan di masyarakat!
2. Bagaimana pendapat kamu tentang sewa-menyewa barang tersebut?
Contoh syirkah ‘inān: A dan B sarjana teknik komputer. A dan B sepakat
menjalankan bisnis perakitan komputer dengan membuka pusat service dan
penjualan komponen komputer. Masing-masing memberikan kontribusi
modal sebesar Rp10 juta dan keduanya sama-sama bekerja dalam syirkah
tersebut. Dalam syirkah jenis ini, modalnya disyaratkan harus berupa
uang. Sementara barang seperti rumah atau mobil yang menjadi fasilitas
tidak boleh dijadikan modal, kecuali jika barang tersebut dihitung nilainya
pada saat akad. Keuntungan didasarkan pada kesepakatan dan kerugian
ditanggung oleh masing-masing syārik (mitra usaha) berdasarkan porsi
modal. Jika masing-masing modalnya 50%, masing-masing menanggung
kerugian sebesar 50%.
2) Syirkah ‘Abdān
Contohnya: A dan B sama-sama nelayan dan bersepakat melaut bersama untuk mencari ikan. Mereka juga sepakat apabila memperoleh ikan akan dijual dan hasilnya akan dibagi dengan ketentuan: A mendapatkan sebesar 60% dan B sebesar 40%. Dalam syirkah ini
tidak disyaratkan kesamaan profesi atau keahlian, tetapi
boleh berbeda profesi. Jadi, boleh saja syirkah ‘abdān terdiri atas beberapa
tukang kayu dan tukang batu. Namun, disyaratkan bahwa pekerjaan yang
dilakukan merupakan pekerjaan halal dan tidak boleh berupa pekerjaan
Syirkah ‘inān adalah syirkah antara dua pihak atau lebih yang masing- masing
memberi kontribusi kerja (amal) dan modal (mal). Syirkah ini hukumnya boleh
berdasarkan dalil sunah dan ijma’ sahabat.
Syirkah ‘abdān adalah syirkah antara dua pihak atau lebih yang masing-masing
hanya memberikan kontribusi kerja (amal), tanpa kontribusi modal (amal).
Konstribusi kerja itu dapat berupa kerja pikiran (seperti penulis naskah) ataupun
kerja fisik (seperti tukang batu). Syirkah ini juga disebut syirkah ‘amal.
haram, misalnya berburu anjing. Keuntungan yang diperoleh dibagi
berdasarkan kesepakatan, porsinya boleh sama atau tidak sama di antara
syarik (mitra usaha).
3) Syirkah Wujūh
Contohnya: A dan B adalah tokoh yang dipercaya pedagang. Lalu A dan
B bersyirkah wujuh dengan cara membeli barang dari seorang pedagang
secara kredit. A dan B bersepakat bahwa masing-masing memiliki 50%
dari barang yang dibeli. Lalu, keduanya menjual barang tersebut dan
keuntungannya dibagi dua. Sementara harga pokoknya dikembalikan
kepada pedagang. Syirkah wujūh ini hakikatnya termasuk dalam syirkah
‘abdān.
4) Syirkah Mufāwaḍah
Contohnya: A adalah pemodal, berkontribusi modal kepada B dan C.
Kemudian, B dan C juga sepakat untuk berkontribusi modal untuk membeli
barang secara kredit atas dasar kepercayaan pedagang kepada B dan C. Dalam
hal ini, pada awalnya yang terjadi adalah syirkah ‘abdān, yaitu ketika B dan C
Syirkah wujūh adalah kerja sama karena didasarkan pada kedudukan, ketokohan,
atau keahlian (wujuh) seseorang di tengah masyarakat. Syirkah wujūh adalah
syirkah antara dua pihak yang sama-sama memberikan kontribusi kerja (amal)
dengan pihak ketiga yang memberikan konstribusi modal (mal).
Syirkah mufāwaḍah adalah syirkah antara dua pihak atau lebih yang
menggabungkan semua jenis syirkah di atas. Syirkah mufāwaḍah dalam
pengertian ini boleh dipraktikkan. Sebab setiap jenis syirkah yang sah berarti
boleh digabungkan menjadi satu. Keuntungan yang diperoleh dibagi sesuai
dengan kesepakatan, sedangkan kerugian ditanggung sesuai dengan jenis
syirkahnya, yaitu ditanggung oleh para pemodal sesuai porsi modal jika berupa
syirkah ‘inān, atau ditanggung pemodal saja jika berupa mufāwaḍah, atau
ditanggung mitra-mitra usaha berdasarkan persentase barang dagangan yang
dimiliki jika berupa syirkah wujūh.
Aktivitas Siswa:
1. Carilah contoh syirkah ‘abdān yang sering dilakukan oleh sebagian besar masyarakat!
2. Bagaimana cara membagi keuntungan maupun kerugian yang dialami oleh pelaku
syirkah ‘abdān!